Selasa, 24 April 2012

PEMBERDAYAAN RANTING

Oleh : M.Sukriyanto.A.R. Pendahuluan Dalam AD Pasal 9, tentang Susunan Organisasi dinyatakan bahwa “Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat dan kawasan”. Meskipun tidak dinyatakan secara tersurat, tetapi tersirat bahwa Ranting merupakan jajaran terbawah dari susunan organisasi Muhammadiyah, di atasnya Cabang, Daerah, Wilayah dan Pusat. Dalam ART Pasal 5 ayat (1) dinyatakan bahwa Ranting adalah “kesatuan anggota di suatu tempat atau kawasan yang terdiri atas sekurang-kurangnya 15 orang yang berfungsi melakukan pembinaan dan pemberdayaan anggota”. Sidang Tanwir 2007, tentang Konsolidasi Organisasi antara lain memutuskan perlunya revitalisasi Ranting dan Cabang. Melakukan Penggolongan Berdasarkan Kondisi Ranting Jika kita akan memberdayakan Ranting, maka kita perlu melihat bagaimana kondisi Ranting itu. Apa kelemahannya dan di mana letak kelemahannya. Di Ranting selalu terdapat dua unsur pokok organisasi yaitu, (1) anggota dan (2) pimpinan. Dalam pemberdayaan Ranting, yang perlu diberdayakan dulu adalah anggota dan pimpinan, baru yang lain-lain. Sebab jika anggota dan pimpinan sudah aktif, sudah hidup, maka Insya Allah yang lain-lain dengan sendirinya akan mengikutinya. Dilihat dari dua unsur pokok organisasi tersebut setidak-tidaknya kita dapat mengklasifikasikan Ranting kepada lima penggolongan: Pertama, Ranting yang aktif dalam pengertian pimpinannya aktif, anggotanya aktif. Biasanya Ranting seperti ini berjalan dengan baik, karena pimpinan dan anggota dapat mempunyai program yang jelas, terarah dan riil. Ranting dalam golongan ini cukup diberikan rangsangan untuk melakukan peningkatan secara terus-menerus. Antara lain dengan mengembangkan program-program dalam rangka peningkatan iman, akhlak, ilmu pengetahuan dan kesejahteraan. Misalnya saja pengajian tidak lagi bersifat umum, tetapi lebih banyak kajiannya dengan mengkaji masalah-masalah tertentu atau mengkaji isi Al Qur’an secara berkesinambungan. Untuk kesejahteraan misalnya dengan peningkatan kesehatan anggota dan jama’ah, membuat koperasi atau jama’ah bisnis untuk meningkatkan pendapatan bagi semua anggota dan jama’ah. Kedua, Ranting yang masih mempunyai pimpinan dan anggota. Akan tetapi terjadi kelesuan, tidak ada aktifitasnya. Ranting yang seperti itu, ibaratnya Ranting yang tidur, karena itu harus dibangunkan. Biasanya karena pimpinan dan anggotanya tidak memiliki visi yang jelas dan etos kerja yang kuat. Selain itu komunikasi antarpimpinan kurang lancar. Demikian pula antara pimpinan dan anggota juga kurang lancar. Disarankan dimulai dengan pemberdayaan pimpinan, melalui, darul arqam atau baitul arqam. Bila telah timbul semangat diteruskan dengan menggerakkan pengajian secara rutin, syukur bisa seminggu sekali. Selanjutnya diikuti dengan penyusunan program-program kegiatan pengurus dan kegiatan anggota yang dapat menjadikan anggota merasa membutuhkan terlibat di Muhammadiyah. Ketiga, Ranting yang pimpinannya sudah tidak ada, tetapi anggotanya masih banyak, hanya saja tidak aktif, maka pemberdayaan disarankan dimulai dengan membina kembali anggota-anggotanya. Secara teoritik, pembinaan anggota mudah dilakukan. Yaitu dengan mengundang (sebaiknya didatangi) anggota-anggota di Ranting itu untuk diajak musyawarah untuk mengaktifkan kembali dan menggiatkan Ranting. Akan tetapi dalam pelaksanaanya mungkin akan mengalami banyak kesulitan. Apalagi jika Ranting itu sudah lama mati, anggotanya tidak aktif, sementara pimpinannya sudah tidak ada. Biasanya alasannya repot, tidak ada waktu, di situ sudah ada kegiatan kampung, sudah ada takmir masjid, atau bahkan menganggap Muhammadiyah sudah tidak diperlukan lagi, karena merasa tidak ada manfaatnya. Dalam kondisi Ranting yang seperti ini, Pimpinan Cabang harus mulai mencari anggota-anggota Muhammadiyah yang masih ada. Secara ‘getok tular’ dikumpulkan anggota-anggota, kalau ada mantan pengurus, juga sesepuh Muhammadiyah di kawasan itu. Jika mungkin dicari tokoh kunci seperti sesepuh desa/kampung, orang yang punya status, tokoh di kawasan itu yang dihormati, dsb. Mungkin hal itu diperlukan waktu yang lama, karena harus mendatangi satu demi satu. Barangkali pertemuan juga tidak cukup sekali. Mungkin dua kali, mungkin tiga kali, mungkin lebih. Dalam kondisi seperti ini, diperlukan pembina dari Cabang yang militan (semangatnya/inisiatifnya tinggi, tidak wegahan, kreatif, ulet, gigih, ramah). Jika tidak ulet, gigih, sabar dan bersemangat tinggi tidak mungkin hal itu bisa dilaksanakan. Jika kita telah berhasil mengumpulkan anggota dan tokoh kunci, mungkin perlu dilakukan pertemuan secara informal, guna membicarakan pembinaan kehidupan beragama di kawasan itu. Misalnya diajak musyawarah untuk memilih pengurus baru. Setelah itu diikuti dengan pelatihan-pelatihan. Keempat, jika Pimpinan Ranting masih ada, akan tetapi anggotanya sudah habis, karena tidak pernah ada aktifitasnya. Dalam kondisi seperti ini disarankan pemberdayaan dimulai dengan pembinaan pimpinan. Kelima, jika di Ranting itu sudah tidak sama sekali ada pimpinan dan anggota, maka dalam pemberdayaan Ranting harus dimulai dari nol. Dalam hal pembinaan Ranting dalam kondisi seperti ini, penanggung jawab dan pelakunya adalah pengurus Cabang. Artinya Pimpinan Cabang harus aktif dan mengambil inisiatif untuk membina Ranting. Apakah membina anggota lebih dahulu atau pimpinan lebih dahulu bisa dilaksanakan menurut kepentingannya dan efisiensinya. Kamis, 16 April 2009 22:50:17 Oleh : M.Sukriyanto.A.R.

Tidak ada komentar: