Senin, 17 Agustus 2015

BELAJAR DI TENGAH KABUT ASAP


Sekalipun kadang menjengkelkan namun kondisi kabut asap yang hampir setiap tahun terjadi dan sampai sekarang belum ditemukan cara yang praktis menanganinya, sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi masyarakat sampit dan sekitarnya. apa sebab? karena kedatangan kabut asap sudah bisa diprediksi yakni antara bulan-bulan kemarau, yakni biasanya mulai bulan agustus hingga oktober. bahkan kata sebagian besar orang, di sampit pernah mengalami "tragedi" kabut asap hingga bulan desember. waw... ah.. kabut asap, kedengarannya ringan.. padahal kami yang mengalaminya sunggu memuakkan. bayangkan--bagi anda yang belum pernah mengalaminya tantu hanya dapat membayangkan--setiap pagi kadang hingga 2-3 bulan matahari baru muncul mulai jam 9 sebab sedari pagi buta hingga antara jam 9 sampai jam 10 tertutup kabut, bahkan kadang seharian penuh matari tidak mencocolkan batang panasnys sedetikpun. dengan diselimuti kabut tebal yang membahayakan itulah, anak-anak pembelajar, berangkat ke sekolah, mereka yang memiliki masker pakai masker, tapi kebanyakan mereka tidak memakainya. lalu mulailah gambaran penderitaan muncul dari setiap yang hadir ke sekolah. batuk bergantian, sesak napas, mata menjadi merah, sampai potensi asma pun kumat asmanya. lalu mereka mulai meminta pulang lebih pagi sebab kondisi kesehatan yang mulai tak bersahabat. pihak sekolah ? ya ikut apa kata dinas pendidikan, kalau dibolehkan pulang lebih cepat bersyukurlah.. lebih seringnya pulang masih sesuai dengan jadwal.. waduh pusing jadinya. mengajar-belajar yang tak melihat mulut pembicaranya, sebab sama-sama pakai masker...

Selasa, 06 Januari 2015

MENCABUT K-13; BUKTI AROGANSI MENTERI PENDIDIKAN


(Tulisan ini dimuat di Radar Sampit) Rasional kurikulum 2013, sebagaimana telah disampaikan oleh para pemateri, pendamping, intruktur, dan praktisi pendidikan mulai dari pelatihan yang dilaksanakan tingkat nasional sampai tingkat kabupaten bahkan sampai ke sekolah-sekolah binaan yang ada di pelosok-pelosok dengan pendanaan yang tidak sedikit, menguatkan bahwa kurikulum 2013 mendesak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan bahwa kurikulum-kurikulum yang berlangsung sebelum kurikulum 2013, terutama kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004 dan kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006, lebih menitik beratkan pada aspek kognitif semata, sehingga aspek afektif dan psikomotorik dinilai masih kurang. Selain itu pada kurikulum dua sebelumnya, proses pembelajaran lebih berpusat pada guru/pendidik, sehingga peserta didik kurang memperoleh ruang untuk mengembangkan kompetensinya dan terkesan pasif. Faktor paling mendasar pentingnya pemberlakuan Kurikulum 2013 (K-13) adalah adanya semangat mengintergasikan nilai-nilai karakter, sikap sosial kedalam semua mata pelajaran yang disebut sebagai kompetensi inti. Dalam kompetensi inti tersebut semua mata pelajaran diharuskan memuat nilai-nilai karakter sikap seperti bersyukur, jujur, disiplin, bertanggung jawab, percaya kepada Tuhan dan sebagainya sehingga dengan demikian kemampuan peserta didik dalam menyerap pengetahuan yang dipelajarinya tidak sampai tercerabut dari akar religiusitas sesuai dengan agama yang dianutnya. Selain itu, konsep K-13 yang memiliki semangat kemandirian dan kewirausahaan ini secara eksplisit mengarahkan kepada peserta didik dan pendidik agar standar lulusan yang dicapai paling tidak memiliki sumberdaya manusia yang kreatitif dan terampil. Kurikulum 2013, tidak sekedar menempatkan ketiga kompetensi tersebut yakni, kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai jargon dan penyemangat belaka, tetapi jauh dari itu ketiganya diramu dalam konsep pembelajaran sistematis sampai ke penilaian. Paradigma integratif yang dibangun seperti ini tentulah sangat penting, mengingat produk-produk SDM yang dihasilkan dari kurikulum yang berjalan sebelumnya kurang menyentuh pada ranah-ranah sikap dan keterampilan. Hasilnya: tingkat kenakalan remaja semakin tinggi, tawuran antar pelajar, mental-mental plagiat, korupsi, terlibat narkoba dan berbagai tindakan asusila yang lain. Tentu saja sebagai masyarakat, sebagai bangsa dan negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai karakter budaya bangsa yang unggul kita semua tidak menginginkan fenomena degradasi moral anak bangsa terus terjadi. Lantaran kondisi-kondisi tersebutlah, maka keberadaan kurikulum 2013 sebagai Ijtihad dalam mencetak generasi bangsa yang unggul perlu terus mendapat dukungan dari masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan di masa depan. Dengan menyadari hal ini, saya kira bukan berlebihan bila “menuduh” pak menteri pendidikan yang menghentikan atau bahkan mau mencabut kurikulum 2013 sebagai tindakan yang AROGAN. Jika tidak mau dikatakan arogan, yaa.. kurikulum apa yang anda tawarkan. Penulis: KHILMI ZUHRONI Wakasek Kurikulum SMK Muhammadiyah Sampit.

TARIK ULUR PELAKSANAAN KURIKULUM 2013


Kebijakan menteri kebudayaan dan pendidikan menengah, yang menyerahkan pelaksanaan Kurikukum kepada sekolah masing-masing untuk memilih kurikulum 2013 (K-13) bagi yang siap dan kembali kepada kurikulum 2006 (KTSP 2006) bagi yang tidak siap, adalah bentuk ketidak jelasan arah kebijakan pendidikan pemerintahan Jokowi-JK. Bahkan kebijakan tersebut sangat rentan dengan diskriminatif jika hanya memberlakukan K-13 di sekolah-sekolah yang dianggap mampu, dan memberlakukan KTSP 2006 di sekolah-sekolah yang dianggap tidak mampu. Penilaian mampu dan tidaknya sekolah dalam melaksanakan K-13 tidak bisa menjadi dasar pengembalian K-13 ke KTSP 2006. Sebab standar mampu dan tidaknya sekolah adalah sangat relatif karena hal ini manyangkut banyak hal, baik SDM, infrastuktur, maupun sarana-sarana lain yang turut menunjang kemampuan sebuah sekolah. Jika persoalannya adalah sumber daya pendidik dan pengelola sekolah, sangat tidak rasional jika kurikulumnya yang diganti. Mestinya peningkatan kualitas SDM itulah yang dilakukan. Demikian halnya dengan infrastruktur dan sarana lainnya. Jika sarananya yang kurang menunjang tentu kebijakan penetapan anggaran pada pos-pos yang terkait langsung dengan keberhasilan pendidikan lebih pas dan masuk akal. Implementasi K-13 memang tidak begitu saja berjalan sesuai dengan yang harapkan, ada banyak evaluasi yang harus dilakukan terutama berkaitan dengan hal-hal teknis penilaian yang masih belum saru arah, pengadaan buku pegangan siswa dan sebagainya. Namun demikian kebijakan mengembalikan K-13 ke KTSP 2006 adalah kebijakan yang sangat tidak paradigmatik. Sebab, selain tidak jelas arah kebijakannya, juga merupakan bentuk kemunduran berpikir dalam dunia pendidikan yang saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan baik internal maupun eksternal. Sisi-sisi kemandirian dalam proses pembelajaran, sikap-sosial, peningkatan keterampilan peserta belajar, dan lainnya yang kesemuanya tertuang secara sistematis dalam Kompetensi inti baik KI-1, KI-2, KI-3 dan KI-4 harus menjadi pertimbangan mendasar bagi Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Menengah dalam mengambil kebijakan terhadap penghentian pelaksanaan K-13. Sebab konsep pendidikan integratif yang tertuang dalam K-13 tidak terdapat dalam kurikulum-kurikulum sebelumnya. Dalam perkembangan implementasi kurikulum 2013, penyelenggara pendidikan baik negeri maupun swasta, guru, kepala sekolah, bahkan peserta didik dan orang tua, secara perlahan mulai memahami bahwa ada harapan besar terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia melalui pelaksanaan kurikulum 2013. Awalnya memang ada kesan paksaaan, akan tetapi lambat laun lembaga-lembaga pendidikan (Sekolah-sekolah) mulai melakukan berbagai kesiapan agar mampu melaksanaan K-13 dengan maksimal. Dapat kita bayangkan bagaimana kondisi sekolah, guru/pendidik, siswa yang mulai merubah dengan penuh kesungguhan pola pikir dari KTSP 2006 ke K-13, namun disaat pola pikir itu sudah mulai tertata, kesiapan-kesiapan mulai dilakukan, tiba-tiba menteri yang baru menjabat belum genap 2 bulan itu memporak-porandakan bangunan pola pikir tersebut… sakitnya tuh disini pak menteri.. Bagaimana juga warna dunia pendidikan Indonesia ke depan, jika sebagian sekolah memberlakukan K-13 dan sebagian lain kembali kepada KTSP 2006. Misalya dalam pelaksaan ujian kompetensi nasional bagi SMK. Apa standar yang harus digunakan apakah K-13 atau KTSP 2006. Atau misalnya dalam hasil laporan penilaian peserta didik, laporan mana yang lebih diterima oleh perguruan tinggi nantinya jika mereka melanjutkan sekolah ke pendidikan tinggi. Dan saya kira akan banyak persoalah lain yang akan muncul terkait ketidakrataan pelaksanaan kurikulum di sekolah. Bukankah ini semakin menunjukkan tidak adanya standar kurikulum yang dimiliki pemerintah saat ini. Atau barangkali bahasa yang tepat untuk semua ini adalah kurikulum AMBURADUL 2014.