Selasa, 06 Januari 2015

MENCABUT K-13; BUKTI AROGANSI MENTERI PENDIDIKAN


(Tulisan ini dimuat di Radar Sampit) Rasional kurikulum 2013, sebagaimana telah disampaikan oleh para pemateri, pendamping, intruktur, dan praktisi pendidikan mulai dari pelatihan yang dilaksanakan tingkat nasional sampai tingkat kabupaten bahkan sampai ke sekolah-sekolah binaan yang ada di pelosok-pelosok dengan pendanaan yang tidak sedikit, menguatkan bahwa kurikulum 2013 mendesak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan bahwa kurikulum-kurikulum yang berlangsung sebelum kurikulum 2013, terutama kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004 dan kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006, lebih menitik beratkan pada aspek kognitif semata, sehingga aspek afektif dan psikomotorik dinilai masih kurang. Selain itu pada kurikulum dua sebelumnya, proses pembelajaran lebih berpusat pada guru/pendidik, sehingga peserta didik kurang memperoleh ruang untuk mengembangkan kompetensinya dan terkesan pasif. Faktor paling mendasar pentingnya pemberlakuan Kurikulum 2013 (K-13) adalah adanya semangat mengintergasikan nilai-nilai karakter, sikap sosial kedalam semua mata pelajaran yang disebut sebagai kompetensi inti. Dalam kompetensi inti tersebut semua mata pelajaran diharuskan memuat nilai-nilai karakter sikap seperti bersyukur, jujur, disiplin, bertanggung jawab, percaya kepada Tuhan dan sebagainya sehingga dengan demikian kemampuan peserta didik dalam menyerap pengetahuan yang dipelajarinya tidak sampai tercerabut dari akar religiusitas sesuai dengan agama yang dianutnya. Selain itu, konsep K-13 yang memiliki semangat kemandirian dan kewirausahaan ini secara eksplisit mengarahkan kepada peserta didik dan pendidik agar standar lulusan yang dicapai paling tidak memiliki sumberdaya manusia yang kreatitif dan terampil. Kurikulum 2013, tidak sekedar menempatkan ketiga kompetensi tersebut yakni, kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai jargon dan penyemangat belaka, tetapi jauh dari itu ketiganya diramu dalam konsep pembelajaran sistematis sampai ke penilaian. Paradigma integratif yang dibangun seperti ini tentulah sangat penting, mengingat produk-produk SDM yang dihasilkan dari kurikulum yang berjalan sebelumnya kurang menyentuh pada ranah-ranah sikap dan keterampilan. Hasilnya: tingkat kenakalan remaja semakin tinggi, tawuran antar pelajar, mental-mental plagiat, korupsi, terlibat narkoba dan berbagai tindakan asusila yang lain. Tentu saja sebagai masyarakat, sebagai bangsa dan negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai karakter budaya bangsa yang unggul kita semua tidak menginginkan fenomena degradasi moral anak bangsa terus terjadi. Lantaran kondisi-kondisi tersebutlah, maka keberadaan kurikulum 2013 sebagai Ijtihad dalam mencetak generasi bangsa yang unggul perlu terus mendapat dukungan dari masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan di masa depan. Dengan menyadari hal ini, saya kira bukan berlebihan bila “menuduh” pak menteri pendidikan yang menghentikan atau bahkan mau mencabut kurikulum 2013 sebagai tindakan yang AROGAN. Jika tidak mau dikatakan arogan, yaa.. kurikulum apa yang anda tawarkan. Penulis: KHILMI ZUHRONI Wakasek Kurikulum SMK Muhammadiyah Sampit.

Tidak ada komentar: